STRES DAN PENGELOLAANNYA
a.
Teori
Stres
Stres
merupakan fenomena psikofisik. Stres dialami oleh setiap orang, dengan tidak
mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi.
Stres bisa dialami oleh seorang bayi, anak-anak, remaja atau dewasa; dialami
oleh pejabat atau warga masyarakat biasa; dialami oleh pengusaha tau karyawan;
dialami oleh guru maupun siswa; dan dialami oleh pria maupun wanita,
Stres
dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap individu. Pengaruhpositif
yaitu mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan
menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatif, yaitu menimbulkan
perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi; dan
memicu berjangkitnya sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi,
atau stroke.
Teori
dasar tentang stres dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok, yaitu
sebagai berikut (Ray Woolfe dan Windy Dryden, 1998: 5’30-532: James W.
Greenwood, III & James W. Greenwood, Jr., 1979:30).
1) Variabel
Stimulus, atau engineering approach
(pendekatan rekayasa) yang mengkonsepsikan stres sebagai suatu stimulus atau
tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu
yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini, stres
dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal baik sedikit maupun banyak.
2) Variabel
Respon, atau physiological approach
(pendekatan fisiologi) yang didasarkan pada model triphase dari hans Selye.Dia
mengembangkan konsep yang lebih spesifik tenmtang reaksi manusia terhadap
stressor, yan dia namakan GAS (General
Adaptation Syndrome), yaitu mekanisme respon tipikal tubuh dalam merespon
rasa sakit, ancaman atau stressor lainnya.
1) Variabel
Interaktif, yang meliputi dua teori yaitu sebagai berikut.
a) Teori
Interaksional. Teori yang memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek (1)
keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan (2) hakikat hubungan
antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan mengambil keputusan.
b) Teori
Transaksional yang memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif dan
afektif individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, serta gaya-gaya
“coping” yang dilakukannya.
Menurut
Dadang Hawari (1997 : 44-45) stres tidak dapat dipisahkan dari distres dan
depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik
terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya. Apabila fungsi oragan tubuh
sampai terganggu dimakan stres. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan
terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat
untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai
suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali
bilamana perlu.
Stres
dapat diartikan sebagai respon fisik dan psikis, yang berupa perasaan tidak
enak, tudak nyaman atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang dihadapi.
Sementara
A. Baum (Shelley E. Taylor, 2003) mengartikan stres sebagai “pengalaman
emosional yang negatif yang disertai perubahan-perubahahan biokimia, fisik,
kognitif dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres
tersebut atau mengakomodasi dampak-dampaknua”.
Dari
beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah perasaan tidak
enak, tidak nyaman atau tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau
reaksi individu terhadap stressor (stimulus yang berupa peristiwa, objek atau
orang) yang mengancam, menggangu, membebani, atau membahayakand keselamatan,
kepentingan, keinginan, atau kesejahteraan hidupnya.
Stimulus
yang termasuk (a) peristiwa, seperti : ujian/tes bagi para pelajar/mahasiswa,
kematian seseorang yang dicintai, kemacetan lalulintas (b) Objek, seperti : binatang
buas, peraturan yang berat atau tuntutan pekerjaan/tugas yang diluar kemampuan,
dan (c) Orang, seperti sikap dan perlakuan orang tua dan guru yang galak atau
kasar, pimpinan yang otoriter, para preman (orang-orang jahat) dan penguasa
zalim.
a.
Gejala
Stres
Untuk
mengetahui apakah diri kita atau orang lain mengalami stres, dapat dilihat dari
gejala-gejalanya, baik fisik maupun psikis.
1) Gejala fisik,
diantaranya : sakit kepala, sakit lambung (mag). Hypertensi (darah tinggi),
sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia, mudah lelah, keluar
keringat dingin, kurang selera makan dan sering buang air kecil.
2) Gejala psikis, diantaranya
gelisah atau cemas, kurang dapat berkonsentrasi belajar atau bekerja, sikap
apatis (masa bodoh).
b.
Faktor-faktor
Pemicu Stres
Faktor
pemicu stres itu dapar diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok berikut
1) Stressor fisik-biologik,
seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya
salah satu anggota tubuh dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal.
2) Stressor Psikologik,
seperti : berburuk sangka, frustasi karena gagal memperoleh sesuatu yang
diinginka.
3) Stressor Sosial,
(a) iklim kehidupan keluarga, seperti : hubungan antar anggota keluarga tidak
harmonis (broken home). (b) faktor pekerjaan, seperti : kesulitan mencari
pekerjaan, pengangguran, kena PHK, perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan
yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai
dengan kebutuhan sehari-hari.
Keterkaitan antara stressor, respon, dan dampak stres dapat dilihat pada gambar 6.4 berikut.
Keterkaitan
Stressor, Persepsi dan Respon
Faktor
yang menggangu kestabila (stres) organisme berasal dari dalam maupun dari luar.
Faktor yang berasal dari dalam organisme adalah biologis dan psikologis,
sedangkan yang berasal dari luar adalah faktor lingkungan.
1)
Faktor
Biologis
Stressor biologis meliputi
faktor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan,
postur tubuh, kelelahan, penyakit dan abnormalitas adaptasi.
a) Faktor
Genetika
Predisposisi biologis yang menyebabkan stres adalah
faktor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetika. Dalam
kenyataan, semua karakteristik, biologis maupun mental setiap individu,
termasuk kelemahan dan kekuatannya dikontrol oleh intruksi-intruksi kode
genetika tertentu dalam dirinya.
b) Pengalaman
Hidup
Setiap individu memiliki pengalaman hidup yang unik.
Pengalaman hidup merupakan proses transisi kehidupan individu mulai masa anak
sampai masa dewasa. Masa transisi ini melahirkan suasana krisis atau stres pada
diri individu.
c) Tidur
(Sleep)
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk tidur. Apabila
dia mengalami kurang tidur atau tidurnya tidak nyenyak, maka akan berakibat kurang
baik bagi dirinya.
d) Diet
Diet artinya makanan atau vitamin sebagai nutrisi
yang dibutuhkan tubuh. Dalam hidupnya, setiap individu membutuhkan nutrisi yang
seimbang, yaitu : karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan air. Kekurangan
(malnutrisi) atau kelebihan nutrisi (seperti makan yang berlebihan) cenderung
mempengaruhi proses metabolisme tubuh yang normal dan menganggu kadar gula
darah yang normal, sehingga menimbulkan stres, karena mengganggu mekanisme
homeostatis tubuh.
e) Postur
Tubuh
Postur merupakan fungsi dari kerangka dan perototan
tubuh secara keseluruhan. Postur tubuh yang kurang sempurna atau normal dapat
merintangi keberfungsian sistem organ-organ tubuh, seperti : (1) gerak-gerak
refleksi, (2) Sistem
f) Kelelahan
(Fatigue)
Secara teknis, kelelahan ini merupakan suatu kondisi
dimana reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan dan kekuatan untuk
merespon stimulus.
g) Penyakit (Diseas)
Penyakit merupakan suatu gangguan fungsi dan
struktur tubuh yang menyebabkan kegagalan dalam mencegah datangnya stressor.
Kemampuan organisme untuk menolak penyakit didasarkan kepada sejumlah kegiatan
penyeimbang yang kompleks, yaitu proses homeostatis, atau stabilisasi dinamis
yang melibatkan berbagai bagian tubuh dalam bekerjasamanya satu sama lainnya.
h) Adaptasi
yang Abnormal
Kemampuan beradaptasi merupakan satu ciri dari
sistem organik. Adaptasi merupakan modifikasi sendiri untuk memperoleh yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup dengan cara mengatasi kondisi-kondisi
lingkungan. Salah satu gambaran esensial dari proses adaptif ini adalah
membatasi respon stres untuk meminimalkan jumlah atau wilayah tubuh yang
diperlukan untuk memelihara homeostatis. Terdapat tiga bentuk proses adaptasi
yang abnormal (maladaptation), yaitu
: (1) respon adaptif yang tidak memadai (hypoadaptasi).
(2) respon adaptif yang eksessif (hyperadaptasi).
(3) respon adaptif yang tidak tepat. Adaptasi yang abnormal ini dapat
melemahkan kemampuan tubuh untuk memberikan respon yang normal terhadap
stressor, sehingga tubuh mudah terserang stress.
2)
Faktor
Psikologis
Faktor
psikologis yang diduga menjadi pemicu stres, diantaranya sebagai berikut.
a) Persepsi
Salah satu faktor yang terlibat dalam persepsi
adalah sistem pancaindera. Ingatan, motivasi, gen keturunan dan interpretasi
dari sinyal yang duterima oleh pancaindera bersatu membentuk persepsi.
b) Perasaan
dan Emosi
Emosi merupakan aspek psikologis yang komplek dari
keadaan homeostatik yang normal (normal
homeostatic state) yang berawal dari satu stimulus psikologi.
Tujuh macam emosi yang paling berkaitan dengan stres
adalah :
(1) Kecemasan
(Enxiety)
Kecemasan pada dasarnya adalah suatu reaksi diri
untuk menyadari suatu ancaman (threat)
yang tidak menentu.
(2) Rasa
bersalah dan rasa khawatir (Guilt &
Worry)
Rasa bersalah dan cemas dapat dikategorikan sebagai
kegelisahan dengan suatu ancaman yang jelas.
(3) Rasa
Takut (Fear)
Sama halnya dengan kegelisahan, rasa takut berkaitan
dengan kejadian yang akan terjadi. Rasa takut adalah tanggapan terhadap suatu
ancaman tertentu, berbeda halnya dengan rasa gelisah yang merupakan tanggapan
atas ancaman yang belum menentu kejelasannya.
(4) Marah
(Anger)
Marah adalah emosi yang kuat ditandai dengan adanya
reaksi sistem syaraf yang akut dan dengan adanya sikap melawan baik secara terang-terangan
atau tersembunyi.
(5) Cemburu
(Jealousy)
Cemburu meliputi keinginan untuk menguasai,
mengendalikan, atau memperbudak seseorang sebagai rasa kepemilikan atas orang
tersebut. Cemburu dapat menimbulkan rasa cemas, takut, gelisah, atau marah.
(6) Kesedihan
dan Kedukaan (Loss and bereavement)
Sedih adalah rasa sakit atau pilu yang mengakibatkan
adanya perubahan
c) Situasi
Situasi adalah sebuah konsepsi individual tentang
suatu keadaan atau kondisi dimana dia berada pada suatu waktu. Satu hal penting adalah bahwa situasi tersebut
tidak harus selalu berhubungan dengan kenyataan yang ada, tetapi biasanya
merupakan hasil dari pengenalan (cognition)
dan penilaian (appraisal) yang sangat
tergantung kepada setiap individual.
Tipe situasi yang dapat menimbulkan stres adalah :
1. Ancaman
(Threat)
2. Frustrasi
(Frustration)
3. Konflik
(Conflict)
d) Pengalaman
Hidup
Pengalaman hidup meliputi keseluruhan kejadian
psikologis seorang individu selama hidupnya. Pengalaman hidup dapat dibagi ke
dalam tiga kategori: perubahan hidup, masas transisi kehidupan (life passages), dan krisis kehidupan (life crises).
e) Keputusan
Hidup
Keputusan hidup bukan berarti keputusan yang diambil
individu dalam kesehariannya untuk menentukan pilihan-pilihan yang ada, namun
keputusan hidup memiliki konsekuensi psikologis yang lama yang akan menetukan
jalan hidup dan kesehatan mental individu.
Teori analisis transaksional menyatakan bahwa dalam
menjalani kehidupan, setiap orang akan berada dalam salah satu dari empat
posisi kehidupan berikut.
·
I’M NOT OK – YOU’RE OK
·
I’M NOT OK – YOU’RE NOT OK
·
I’M OK – YOU’RE NOT OK
·
I’M OK – YOU’RE OK (Harris, 1967).
f) Perilaku
(behavior)
(1) Respon
perlawanan (fight) dan
melepaskan/melarikan diri (fligth)
Respon perlawanan dan melepaskan diri dapat
diilustrasikan dengan gambar berikut.
Respon Perlawanan dan Melepaskan Diri
Kategori perilaku yang digambarkan dengan garis di
atas meliputi perilaku agonistik (agonistic
behavior), suatu istilah untuk sikap permusuhan (hostile behavior)
(1) Reaksi
Perlawanan (Fight Reaction)
Reaksi perlawanan memiliki bentuk yang beragam,
seperti agresi atau menyerang, perlawanan bertahan (defensive fighting), dsb. Sikap melawan, baik dalam menyerang atau
bertahan, adalah sikap yang paling umum dilakukan terhadap suatu penderitaan atau
stimulus yang menyakitkan lainya.
(2) Reaksi
Melepaskan diri (Flight Reaction)
Reaksi pelepasan diri yang berhasil (bebas dari
stimulus stres) akan menolong untuk keluar dari stres, tetapi akan diikuti
dengan perasaan marah, bersalah, cemas, gelisah, atau kombinasi dari
perasaan-perasaan diatas tergantung kondisi, tinjauan, dan reaksi diri pada
saat stres.
(3) Imobilitas/Diam
(Immobility)
Imobility psikologi dapat berupa penolakan untuk
membuat suatu keputusan (bimbang), ketidakmampuan untuk membuat keputusan.
1)
Faktor
Lingkungan
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik,
biotik, dan sosial.
Masing-masing lingkungan itu dapat dijelaskan
sebagai berikut
(a) Lingkungan Fisik, seperti: cuaca (sangat panas atau sangat
dingin), peristiwa alam (seperti gempa bumi, topan badai, banjir bandang, dan
tanah longsor.
(b) Lingkungan Biotik. Manusia
modern cenderung menjadi pemangsa (predator) bagi makhluk lainnya. Meskipun
begitu mereka juga masih rentan untuk dimangsa.
(c) Lingkungan Sosial. Yang
menjadi sumber stres manusia pada dasarnya adalah manusia itu sediri, yaitu
manusia dalam lingkungan kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan sosial
yang dapat dikategorikan sebagai sumber stres, diantaranya: kehidupan
perkotaan, gaya hidup modern.
a. Pengelolaan (Manajemen) Stres
Pengelolaan stres disebut juga dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus dan Folkman
(Taylor, 2003:219) coping adalah
proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban
karena diluar kemampuan diri individu.
Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis untuk mengelola
(seperti menuntaskan, tabah, mengurangi, atau meminimalkan) tuntutan internal
dan eksternal dan konflik diantaranya
Proses Coping
1)
Dukungan
Sosial
Dukungan sosial dapat diartikan sebagai “pemberian
bantuan atau pertolongan terhadap seseorang yang mengalami sters dari orang
lain yang memiliki hubungan dekat (saudara atau teman).”
Menurut Rietschlin (Shelley E.
Taylorm 2003), sebagai “pemberian informasi dari orang lain yang dicintai atau
mempunyai kepedulian, dan memiliki jaringan komunikasi atau kedekatan hubungan,
seperti orang tua, suami dan lain-lain.
House (1981) mengemukakan bahwa
dukungan sosial memiliki empat fungsi, diantaranya:
a)
Emotional Support,
b)
Appraisal support,
c)
Informational support,
d)
Instrumental support,
2)
Kepribadian
Diantar tipe atau karakteristik
kepribadian tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Hardiness
(Ketabahan, Daya tahan)
Tipe kepribadian yang yang ditandai
dengan komitmen. Seperti yang dikemukakan Suzanne Kobasa (1979) hardiness
menjelaskan ketiga karakteristik tersebut sebagai berikut:
(1)
Commitment
(2)
Internal Locus Control
(3)
Challange
b)
Optimism
“Suatu kecenderungan umum untuk
mengharapkan hasil-hasil yang baik” (Weiten/Lloyd, 1994: 90). Sikap sesorang
opitmis memungkin seseorang untuk meng “cope” stres secara lebih efektif, dan
dapat mereduksi dampaknya, yaitu jatuh sakit.
c)
Humoris
Orang yang humoris cenderung lebih
toleran dalam menghadapi situasi stres dari pada orang yang tidak senang humor.
1) Rational-Emotive
Therapy
Suatu pendekatan terapi yang
memfokuskan kepada upaya untuk mengubah pola berfikir klien yang irrasional
sehingga dapat mengurangi gangguan emosi atau perilaku yang meladaptif.
Albert Ellis mengemukakan Sesorang yang
memiliki pikiran irrasional seperti diatas akan rentan stres, sebab suasana
kehidupan nyata sangat berbeda dengan apa yang dia inginkan.
2)
Meditasi
Merupakan latihan mental untuk
memfokuskan kesadaran atau perhatian dengan cara yang nonanalitis (Weiten &
Lloyd, 1994). Meditasi sudah banyak digunakan orang sebagai metode untuk
mengatasi stres.
3)
Relaksi
Lehrer & Woolfolk (1984),
mengemukakan relaksi dapat mengatasi kekalutan emosi dan mereduksi masalah
fisiologis (gangguan atau penyakir fisik).
4)
Mengamalkan
ajaran agama sebagai wujud keimanan kepada Tuhan.
Kualitas keimanan seseorang tampak
dari caranya beribadah kepada Allah baik yang bersifat ibadah mahdlah (hablumminallah) maupun ibadah goir
mahdlah (hablumminannaas).
Seseorang yang taat beribadah dan memahami makna subtansi ibadah tersebut, maka
dia akan memiliki sifat-sifat pribadi yang positif (berakhlak mulia), sehingga
dia mampu mengelola hidup dan kehidupannya (baik dalam tataran personal maupun
sosial), secara sehat, bermanfaat, atau bermakna.
No comments:
Post a Comment