Tuesday, March 06, 2012

STRES DAN PENGELOLAANNYA


STRES DAN PENGELOLAANNYA
a.      Teori Stres
Stres merupakan fenomena psikofisik. Stres dialami oleh setiap orang, dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi. Stres bisa dialami oleh seorang bayi, anak-anak, remaja atau dewasa; dialami oleh pejabat atau warga masyarakat biasa; dialami oleh pengusaha tau karyawan; dialami oleh guru maupun siswa; dan dialami oleh pria maupun wanita,
Stres dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap individu. Pengaruhpositif yaitu mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatif, yaitu menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi; dan memicu berjangkitnya sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke.
Teori dasar tentang stres dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok, yaitu sebagai berikut (Ray Woolfe dan Windy Dryden, 1998: 5’30-532: James W. Greenwood, III & James W. Greenwood, Jr., 1979:30).
1)      Variabel Stimulus, atau engineering approach (pendekatan rekayasa) yang mengkonsepsikan stres sebagai suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini, stres dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal baik sedikit maupun banyak.
2)      Variabel Respon, atau physiological approach (pendekatan fisiologi) yang didasarkan pada model triphase dari hans Selye.Dia mengembangkan konsep yang lebih spesifik tenmtang reaksi manusia terhadap stressor, yan dia namakan GAS (General Adaptation Syndrome), yaitu mekanisme respon tipikal tubuh dalam merespon rasa sakit, ancaman atau stressor lainnya.
1)      Variabel Interaktif, yang meliputi dua teori yaitu sebagai berikut.
a)      Teori Interaksional. Teori yang memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek (1) keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan (2) hakikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan mengambil keputusan.
b)      Teori Transaksional yang memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif dan afektif individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, serta gaya-gaya “coping” yang dilakukannya.
Menurut Dadang Hawari (1997 : 44-45) stres tidak dapat dipisahkan dari distres dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya. Apabila fungsi oragan tubuh sampai terganggu dimakan stres. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali bilamana perlu.
Stres dapat diartikan sebagai respon fisik dan psikis, yang berupa perasaan tidak enak, tudak nyaman atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang dihadapi.
Sementara A. Baum (Shelley E. Taylor, 2003) mengartikan stres sebagai “pengalaman emosional yang negatif yang disertai perubahan-perubahahan biokimia, fisik, kognitif dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasi dampak-dampaknua”.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah perasaan tidak enak, tidak nyaman atau tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus yang berupa peristiwa, objek atau orang) yang mengancam, menggangu, membebani, atau membahayakand keselamatan, kepentingan, keinginan, atau kesejahteraan hidupnya.
Stimulus yang termasuk (a) peristiwa, seperti : ujian/tes bagi para pelajar/mahasiswa, kematian seseorang yang dicintai, kemacetan lalulintas (b) Objek, seperti : binatang buas, peraturan yang berat atau tuntutan pekerjaan/tugas yang diluar kemampuan, dan (c) Orang, seperti sikap dan perlakuan orang tua dan guru yang galak atau kasar, pimpinan yang otoriter, para preman (orang-orang jahat) dan penguasa zalim.

a.      Gejala Stres
Untuk mengetahui apakah diri kita atau orang lain mengalami stres, dapat dilihat dari gejala-gejalanya, baik fisik maupun psikis.
1)      Gejala fisik, diantaranya : sakit kepala, sakit lambung (mag). Hypertensi (darah tinggi), sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia, mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan dan sering buang air kecil.
2)      Gejala psikis, diantaranya gelisah atau cemas, kurang dapat berkonsentrasi belajar atau bekerja, sikap apatis (masa bodoh).

b.      Faktor-faktor Pemicu Stres
Faktor pemicu stres itu dapar diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok berikut
1)      Stressor fisik-biologik, seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal.
2)      Stressor Psikologik, seperti : berburuk sangka, frustasi karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginka.
3)      Stressor Sosial, (a) iklim kehidupan keluarga, seperti : hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis (broken home). (b) faktor pekerjaan, seperti : kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK, perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai dengan kebutuhan sehari-hari.

            Keterkaitan antara stressor, respon, dan dampak stres dapat dilihat pada gambar 6.4 berikut.


Keterkaitan Stressor, Persepsi dan Respon

Faktor yang menggangu kestabila (stres) organisme berasal dari dalam maupun dari luar. Faktor yang berasal dari dalam organisme adalah biologis dan psikologis, sedangkan yang berasal dari luar adalah faktor lingkungan.
1)      Faktor Biologis
            Stressor biologis meliputi faktor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan, penyakit dan abnormalitas adaptasi.
a)      Faktor Genetika
Predisposisi biologis yang menyebabkan stres adalah faktor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetika. Dalam kenyataan, semua karakteristik, biologis maupun mental setiap individu, termasuk kelemahan dan kekuatannya dikontrol oleh intruksi-intruksi kode genetika tertentu dalam dirinya.

b)      Pengalaman Hidup
Setiap individu memiliki pengalaman hidup yang unik. Pengalaman hidup merupakan proses transisi kehidupan individu mulai masa anak sampai masa dewasa. Masa transisi ini melahirkan suasana krisis atau stres pada diri individu.
c)      Tidur (Sleep)
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk tidur. Apabila dia mengalami kurang tidur atau tidurnya tidak nyenyak, maka akan berakibat kurang baik bagi dirinya.
d)      Diet
Diet artinya makanan atau vitamin sebagai nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Dalam hidupnya, setiap individu membutuhkan nutrisi yang seimbang, yaitu : karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan air. Kekurangan (malnutrisi) atau kelebihan nutrisi (seperti makan yang berlebihan) cenderung mempengaruhi proses metabolisme tubuh yang normal dan menganggu kadar gula darah yang normal, sehingga menimbulkan stres, karena mengganggu mekanisme homeostatis tubuh.
e)      Postur Tubuh
Postur merupakan fungsi dari kerangka dan perototan tubuh secara keseluruhan. Postur tubuh yang kurang sempurna atau normal dapat merintangi keberfungsian sistem organ-organ tubuh, seperti : (1) gerak-gerak refleksi, (2) Sistem
f)       Kelelahan (Fatigue)
Secara teknis, kelelahan ini merupakan suatu kondisi dimana reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan dan kekuatan untuk merespon stimulus.
g)       Penyakit (Diseas)
Penyakit merupakan suatu gangguan fungsi dan struktur tubuh yang menyebabkan kegagalan dalam mencegah datangnya stressor. Kemampuan organisme untuk menolak penyakit didasarkan kepada sejumlah kegiatan penyeimbang yang kompleks, yaitu proses homeostatis, atau stabilisasi dinamis yang melibatkan berbagai bagian tubuh dalam bekerjasamanya satu sama lainnya.
h)     Adaptasi yang Abnormal
Kemampuan beradaptasi merupakan satu ciri dari sistem organik. Adaptasi merupakan modifikasi sendiri untuk memperoleh yang diperlukan bagi kelangsungan hidup dengan cara mengatasi kondisi-kondisi lingkungan. Salah satu gambaran esensial dari proses adaptif ini adalah membatasi respon stres untuk meminimalkan jumlah atau wilayah tubuh yang diperlukan untuk memelihara homeostatis. Terdapat tiga bentuk proses adaptasi yang abnormal (maladaptation), yaitu : (1) respon adaptif yang tidak memadai (hypoadaptasi). (2) respon adaptif yang eksessif (hyperadaptasi). (3) respon adaptif yang tidak tepat. Adaptasi yang abnormal ini dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk memberikan respon yang normal terhadap stressor, sehingga tubuh mudah terserang stress.

2)      Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang diduga menjadi pemicu stres, diantaranya sebagai berikut.
a)      Persepsi
Salah satu faktor yang terlibat dalam persepsi adalah sistem pancaindera. Ingatan, motivasi, gen keturunan dan interpretasi dari sinyal yang duterima oleh pancaindera bersatu membentuk persepsi.
b)      Perasaan dan Emosi
Emosi merupakan aspek psikologis yang komplek dari keadaan homeostatik yang normal (normal homeostatic state) yang berawal dari satu stimulus psikologi.
Tujuh macam emosi yang paling berkaitan dengan stres adalah :
(1)   Kecemasan (Enxiety)
Kecemasan pada dasarnya adalah suatu reaksi diri untuk menyadari suatu ancaman (threat) yang tidak menentu.
(2)   Rasa bersalah dan rasa khawatir (Guilt & Worry)
Rasa bersalah dan cemas dapat dikategorikan sebagai kegelisahan dengan suatu ancaman yang jelas.
(3)   Rasa Takut (Fear)
Sama halnya dengan kegelisahan, rasa takut berkaitan dengan kejadian yang akan terjadi. Rasa takut adalah tanggapan terhadap suatu ancaman tertentu, berbeda halnya dengan rasa gelisah yang merupakan tanggapan atas ancaman yang belum menentu kejelasannya.
(4)   Marah (Anger)
Marah adalah emosi yang kuat ditandai dengan adanya reaksi sistem syaraf yang akut dan dengan adanya sikap melawan baik secara terang-terangan atau tersembunyi.
(5)   Cemburu (Jealousy)
Cemburu meliputi keinginan untuk menguasai, mengendalikan, atau memperbudak seseorang sebagai rasa kepemilikan atas orang tersebut. Cemburu dapat menimbulkan rasa cemas, takut, gelisah, atau marah.
(6)   Kesedihan dan Kedukaan (Loss and bereavement)
Sedih adalah rasa sakit atau pilu yang mengakibatkan adanya perubahan

c)      Situasi
Situasi adalah sebuah konsepsi individual tentang suatu keadaan atau kondisi dimana dia berada pada suatu waktu. Satu  hal penting adalah bahwa situasi tersebut tidak harus selalu berhubungan dengan kenyataan yang ada, tetapi biasanya merupakan hasil dari pengenalan (cognition) dan penilaian (appraisal) yang sangat tergantung kepada setiap individual.
Tipe situasi yang dapat menimbulkan stres adalah :
1.      Ancaman (Threat)
2.      Frustrasi (Frustration)
3.      Konflik (Conflict)
d)      Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup meliputi keseluruhan kejadian psikologis seorang individu selama hidupnya. Pengalaman hidup dapat dibagi ke dalam tiga kategori: perubahan hidup, masas transisi kehidupan (life passages), dan krisis kehidupan (life crises).
e)      Keputusan Hidup
Keputusan hidup bukan berarti keputusan yang diambil individu dalam kesehariannya untuk menentukan pilihan-pilihan yang ada, namun keputusan hidup memiliki konsekuensi psikologis yang lama yang akan menetukan jalan hidup dan kesehatan mental individu.
Teori analisis transaksional menyatakan bahwa dalam menjalani kehidupan, setiap orang akan berada dalam salah satu dari empat posisi kehidupan berikut.
·         I’M NOT OK – YOU’RE OK
·         I’M NOT OK – YOU’RE NOT OK
·         I’M OK – YOU’RE NOT OK
·         I’M OK – YOU’RE OK (Harris, 1967).
f)       Perilaku (behavior)
(1)   Respon perlawanan (fight) dan melepaskan/melarikan diri (fligth)
Respon perlawanan dan melepaskan diri dapat diilustrasikan dengan gambar berikut.


Respon Perlawanan dan Melepaskan Diri

Kategori perilaku yang digambarkan dengan garis di atas meliputi perilaku agonistik (agonistic behavior), suatu istilah untuk sikap permusuhan (hostile behavior)

(1)   Reaksi Perlawanan (Fight Reaction)
Reaksi perlawanan memiliki bentuk yang beragam, seperti agresi atau menyerang, perlawanan bertahan (defensive fighting), dsb. Sikap melawan, baik dalam menyerang atau bertahan, adalah sikap yang paling umum dilakukan terhadap suatu penderitaan atau stimulus yang menyakitkan lainya. 
(2)   Reaksi Melepaskan diri (Flight Reaction)
Reaksi pelepasan diri yang berhasil (bebas dari stimulus stres) akan menolong untuk keluar dari stres, tetapi akan diikuti dengan perasaan marah, bersalah, cemas, gelisah, atau kombinasi dari perasaan-perasaan diatas tergantung kondisi, tinjauan, dan reaksi diri pada saat stres.
(3)   Imobilitas/Diam (Immobility)
Imobility psikologi dapat berupa penolakan untuk membuat suatu keputusan (bimbang), ketidakmampuan untuk membuat keputusan.
1)      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, biotik, dan sosial.
Masing-masing lingkungan itu dapat dijelaskan sebagai berikut
(a)    Lingkungan Fisik,  seperti: cuaca (sangat panas atau sangat dingin), peristiwa alam (seperti gempa bumi, topan badai, banjir bandang, dan tanah longsor.
(b)   Lingkungan Biotik. Manusia modern cenderung menjadi pemangsa (predator) bagi makhluk lainnya. Meskipun begitu mereka juga masih rentan untuk dimangsa.
(c)    Lingkungan Sosial. Yang menjadi sumber stres manusia pada dasarnya adalah manusia itu sediri, yaitu manusia dalam lingkungan kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan sosial yang dapat dikategorikan sebagai sumber stres, diantaranya: kehidupan perkotaan, gaya hidup modern.


a.       Pengelolaan (Manajemen) Stres
Pengelolaan stres disebut juga dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus dan Folkman (Taylor, 2003:219) coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban karena diluar kemampuan diri individu.
Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi  kegiatan dan intrapsikis untuk mengelola (seperti menuntaskan, tabah, mengurangi, atau meminimalkan) tuntutan internal dan eksternal dan konflik diantaranya


            Proses Coping

1)      Dukungan Sosial
Dukungan sosial dapat diartikan sebagai “pemberian bantuan atau pertolongan terhadap seseorang yang mengalami sters dari orang lain yang memiliki hubungan dekat (saudara atau teman).”
Menurut Rietschlin (Shelley E. Taylorm 2003), sebagai “pemberian informasi dari orang lain yang dicintai atau mempunyai kepedulian, dan memiliki jaringan komunikasi atau kedekatan hubungan, seperti orang tua, suami dan lain-lain.
House (1981) mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki empat fungsi, diantaranya:
a)        Emotional Support,
b)        Appraisal support,
c)         Informational support,
d)        Instrumental support,



2)      Kepribadian
Diantar tipe atau karakteristik kepribadian tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Hardiness (Ketabahan, Daya tahan)
Tipe kepribadian yang yang ditandai dengan komitmen. Seperti yang dikemukakan Suzanne Kobasa (1979) hardiness menjelaskan ketiga karakteristik tersebut sebagai berikut:
(1)   Commitment
(2)   Internal Locus Control
(3)   Challange
b)     Optimism
“Suatu kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik” (Weiten/Lloyd, 1994: 90). Sikap sesorang opitmis memungkin seseorang untuk meng “cope” stres secara lebih efektif, dan dapat mereduksi dampaknya, yaitu jatuh sakit.
c)      Humoris
Orang yang humoris cenderung lebih toleran dalam menghadapi situasi stres dari pada orang yang tidak senang humor.
1)      Rational-Emotive Therapy
Suatu pendekatan terapi yang memfokuskan kepada upaya untuk mengubah pola berfikir klien yang irrasional sehingga dapat mengurangi gangguan emosi atau perilaku yang meladaptif. 
Albert Ellis mengemukakan Sesorang yang memiliki pikiran irrasional seperti diatas akan rentan stres, sebab suasana kehidupan nyata sangat berbeda dengan apa yang dia inginkan.
2)      Meditasi
Merupakan latihan mental untuk memfokuskan kesadaran atau perhatian dengan cara yang nonanalitis (Weiten & Lloyd, 1994). Meditasi sudah banyak digunakan orang sebagai metode untuk mengatasi stres.


3)      Relaksi
Lehrer & Woolfolk (1984), mengemukakan relaksi dapat mengatasi kekalutan emosi dan mereduksi masalah fisiologis (gangguan atau penyakir fisik).
4)      Mengamalkan ajaran agama sebagai wujud keimanan kepada Tuhan.
Kualitas keimanan seseorang tampak dari caranya beribadah kepada Allah baik yang bersifat ibadah mahdlah (hablumminallah) maupun ibadah goir mahdlah (hablumminannaas). Seseorang yang taat beribadah dan memahami makna subtansi ibadah tersebut, maka dia akan memiliki sifat-sifat pribadi yang positif (berakhlak mulia), sehingga dia mampu mengelola hidup dan kehidupannya (baik dalam tataran personal maupun sosial), secara sehat, bermanfaat, atau bermakna.



Posted by TUGAS GURU SEKOLAH