Pages

Friday, November 13, 2015

PERISTIWA MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN R.I.




Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Jumat, 17 Agustus 1945 M atau 17 Ramadan 1365 H) dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Muhammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini, Jakarta Pusat.
 

   
Berikut sejarah singkat rangkaian peristiwa menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI

Tanggal 6 Agustus 1945 -- 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Tanggal 7 Agustus 1945 -- BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tanggal 9 Agustus 1945 -- Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.

Tanggal 10 Agustus 1945 -- Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.

Tanggal 11 Agustus 1945 -- Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan dalam beberapa hari.

Tanggal 14 Agustus 1945 -- Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat (250 km di sebelah timur laut dari Saigon), Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu busuk Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro dengan Jepang. Hatta menceritakan kepada Sjahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.

Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap, Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Tanggal 15 Agustus 1945 -- Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.

Tanggal 16 Agustus 1945 -- Gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Pada siang hari mereka berkumpul di rumah Hatta, dan sekitar pukul 10 malam di rumah Soekarno. Sekitar 15 pemuda menuntut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, disusul pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus.

Peristiwa Rengasdengklok
Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Yamamoto
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Yamamoto dan bermalam di kediaman wakil Admiral Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.

Naskah Proklamasi
Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Sebelumnya para pemuda mengusulkan agar naskah proklamasi menyatakan semua aparat pemerintahan harus dikuasai oleh rakyat dari pihak asing yang masih menguasainya. Tetapi mayoritas anggota PPKI menolaknya dan disetujuilah naskah proklamasi seperti adanya hingga sekarang. Para pemuda juga menuntut enam pemuda turut menandatangani proklamasi bersama Soekarno dan Hatta dan bukan para anggota PPKI. Para pemuda menganggap PPKI mewakili Jepang. Kompromi pun terwujud dengan membubuhkan anak kalimat “atas nama Bangsa Indonesia” Soekarno-Hatta. Rancangan naskah proklamasi ini kemudian diketik oleh Sayuti Melik.

Isi Teks Proklamasi
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:

Proklamasi


Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan

dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.



Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta

Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.

Sementara naskah yang sebenarnya hasil gubahan Muh.Hatta, A.Soebardjo, dan dibantu oleh Ir.Soekarno sebagai pencatat. Adapun bunyi teks naskah otentik itu sebagai berikut:



Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan

dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Tuesday, October 06, 2015

CERITA BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH







Alkisah, di Kampung Dadapan, Yogyakarta, hidup sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan seorang anak gadis mereka yang bernama Bawang Putih. Meskipun sang ayah hanya pedagang kecil, keluarga kecil itu senantiasa hidup rukun, damai, dan bahagia. Namun sayang, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena sang ibu harus pergi untuk selama-lamanya akibat terserang penyakit yang menyebabkan nyawanya melayang. Kepergian sang ibu benar-benar membuat anggota keluarga yang ditinggalkan amat berduka, terutama Bawang Putih.
Sejak kehilangan sosok ibu yang begitu sayang kepadanya, Bawang Putih merasa amat kesepian dan kerap menyendiri di kamarnya. Untung di desa itu ada seorang janda bernama Mbok Randha yang sering berkunjung ke rumahnya untuk membawa makanan atau sekadar menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Bahkan, ia kerap membantu Bawang Putih membersihkan rumah dan memasak.
Keberadaan Mbok Randha telah meringankan beban keluarga Bawang Putih. Hal itulah yang membuat ayah Bawang Putih tertarik untuk menikahi Mbok Randha agar putrinya tidak kesepian lagi. Sebagai ayah yang bijak, ia tidak mau bertindak sendiri dengan meminta pertimbangan kepada putri semata wayangnya.
“Bawang Putih, Putriku. Ayah melihat Mbok Randha adalah sosok ibu yang baik. Barangkali akan lebih baik jika ia menjadi anggota keluarga kita,” kata ayah Bawang Putih. “Bagaimana pendapatmu, Anakku?”
Bawang Putih memahami maksud ayahnya. Ia pun merasa bahwa kehadiran Mbok Randha dalam keluarganya akan membuat suasana menjadi ramai, sehingga dirinya tidak lagi kesepian. Apalagi Mbak Randha mempunyai seorang anak gadis yang bernama Bawang Merah dan sebaya dengannya. Dengan pertimbangan itu, Bawang Putih pun rela jika ayahnya menikah dengan Mbok Randha.
Setelah menikah, Mbok Randha bersama putrinya tinggal di rumah Bawang Putih. Pada mulanya, Mbok Randha dan Bawang Merah sangat baik kepada Bawang Putih, terutama saat ayahnya ada di rumah. Namun, setelah beberapa lama tinggal di rumah itu, sifat asli mereka yang kejam dan bengis mulai kelihatan. Ketika sang ayah sedang pergi berdagang, mereka kerap memarahi Bawang Putih dan memberinya pekerjaan berat. Bahkan, Mbok Randha tidak segan-segan menampar Bawang Putih jika sedang beristirahat barang sejenak pun untuk melepaskan lelah. Tidak hanya itu, setiap hari Bawang Putih hanya diperbolehkan makan sekali, itu pun berupa kerak nasi dengan air dan garam sebagai lauk.
Di sisi lain, Mbok Randha amat sayang dan memanjakan Bawang Merah sehingga semua pekerjaan rumah tangga dibebankan kepada Bawang Putih. Bahkan, Bawang Merah juga kerap memerintahnya. Ketika Bawang Putih sedang sibuk bekerja, ia dan ibunya hanya duduk-duduk santai dan sesekali mengawasi hasil pekerjaan Bawang Putih kalau-kalau ada yang kurang beres. Meskipun diperlakukan demikian, gadis yang malang itu tetap tabah menghadapinya.
Suatu hari, ayah Bawang Putih jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sejak itulah, Bawang Merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang Putih. Setiap hari gadis malang itu seakan tidak pernah beristirahat. Ia harus bangun sebelum matahari terbit untuk menyiapkan segera keperluan mereka seperti menyiapkan air mandi dan sarapan untuk mereka, memberi makan ternak, membersihkan rumah, mencuci pakaian di sungai, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Pada suatu pagi, seperti biasanya setelah usai membereskan rumah, Bawang Putih pergi ke sungai dengan membawa satu bakul pakaian untuk dicuci. Setiba di sungai, ia pun mulai mencuci pakaian kotor tersebut satu persatu. Namun, Bawang Putih tidak menyadari salah satu dari cuciannya hanyut terbawa arus. Celakanya, pakaian yang hanyut itu adalah baju kesayangan Bawang Merah. Ia baru menyadari hal itu setelah selesai mencuci. Dengan panik, Bawang Putih segera menyusuri sungai untuk mencari baju itu. Sudah jauh ia berjalan ke hilir, namun belum juga menemukannya.
“Aduh, matilah aku!” gumam Bawang Putih dengan cemas, “Apa jadinya nanti jika ibu tiriku dan Bawang Merah mengetahui hal ini?”
Bawang Putih benar-benar kebingungan. Karena hari sudah siang, ia pun memutuskan untuk segera pulang karena belum menyiapkan makan siang. Setiba di rumah, ia dengan ketakutan menceritakan kejadian yang baru saja dialami kepada ibu tirinya. Betapa murkanya Mbok Randha saat mendengar cerita itu. Ia pun segera mengambil rotan dan memukul Bawang Putih hingga tubuhnya berwarna merah dan lebam.
“Dasar, anak ceroboh! Cepat cari baju itu dan jangan kembali sebelum kau menemukannya!” hardik ibu tirinya yang kejam itu.
Bawang Putih dengan hati sedih terpaksa kembali ke sungai untuk mencari baju itu. Di sepanjang perjalanan, air mata gadis itu terus mengalir membasahi pipinya karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit di seluruh badannya. Setiba di sungai, ia pun mencari baju itu mulai dari tempatnya mencuci tadi hingga ke hilir sungai. Sudah cukup jauh ia berjalan, namun belum juga menemukan baju itu. Meskipun demikian, ia terus menyusuri sungai hingga bertemu dengan seorang penggembala sedang memandikan kerbaunya.
“Permisi, Paman! Apakah paman melihat ada baju berwarna merah yang hanyut di sungai ini?” tanya Bawang Putih dengan sopan.
“Tidak, Nak. Coba kamu tanyakan pada orang yang sedang memancing itu,” ujar penggembala itu.
“Terima kasih, Paman,” ucap Bawang Putih seraya menghampiri orang yang sedang memancing di tepi sungai. Namun rupanya nelayan itu juga tidak melihat baju yang sedang dicari Bawang Putih.
Demikian Bawang Putih selalu bertanya kepada setiap orang yang ia temui di sepanjang aliran sungai itu dan tak seorang pun yang melihat baju itu. Hari sudah sore. Gadis itu terus menyusuri sungai dengan berjalan sempoyongan hingga akhirnya bertemu dengan seorang nenek yang sedang mencuci beras. Mulanya, Bawang Putih takut mendekati nenek itu karena tubuhnya amat besar. Rupanya, nenek itu adalah manusia raksasa. Namanya Nini[1] Buto Ijo yang tinggal di pinggir sebuah hutan. Bawang Putih kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada nenek raksasa itu.
“Ma... maaf, Nek. Apakah nenek melihat baju yang hanyut di sungai ini?” tanya Bawang Putih dengan gugup.
“Apakah baju yang kamu cari itu warnanya merah kembang-kembang?” sang nenek balik bertanya.
“Benar, Nek,” jawab Bawang Putih, “Apakah nenek menemukannya?”
“Iya, Nduk.[2] Tadi kutemukan tersangkut di batu,” jawab nenek itu, “Sebaiknya kamu menginap di rumah nenek karena hari sudah gelap.”
Akhirnya, Bawang Putih menuruti ajakan nenek raksasa itu. Setiba di rumah nenek, ia diajak untuk membantu memasak.
“Aku akan mengembalikan bajumu, tapi dengan syarat kamu harus membantuku memasak,” ujar nenek.
“Baik, Nek,” jawab Bawang Putih menyanggupi.
Alangkah terkejutnya Bawang Putih karena peralatan memasak nenek amat mengerikan. Centongnya terbuat dari tulang tangan manusia dan gayungnya pun terbuat dari tulang-tulang. Meskipun agak sedikit ngeri, ia tetap memasak dengan tenang. Selain itu, ia juga membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek hingga larut malam.
Keesokan harinya, Bawang Putih pun mohon pamit kepada Nini Buto Ijo. Sesuai dengan janjinya, nenek itu mengembalikan baju Bawang Putih. Selain itu, sang nenek juga memberinya hadiah dengan menyuruh Bawang Putih memilih salah satu dari dua buah labu kuning yang ukurannya berbeda, satu berukuran besar sedangkan yang satunya berukuran kecil. Bawang Putih bukanlah gadis yang serakah sehingga ia hanya memilih labu yang lebih kecil.
“Terima kasih, Nek,” ucap Bawang Putih.
“Sama-sama, Nduk! Tapi ingat, kamu baru boleh membuka labu itu setelah kamu sampai di rumah,” ujar Nini.
“Baik, Nini,” jawab Bawang Putih seraya berpamitan.
Sesampai di rumahnya, Bawang Putih segera menyerahkan baju yang berhasil ditemukannya kepada Bawang Merah. Setelah itu, ia bergegas ke dapur untuk memasak sayur labu. Betapa terkejutnya ia setelah membelah buah itu. Ternyata, labu kuning itu berisi perhiasan emas permata. Ibu tirinya dan Bawang Merah yang mengetahui hal itu segera merampas perhiasan tersebut.
“Hai, Bawang Putih! Ceritakan bagaimana caramu bisa mendapatkan perhiasan sebanyak ini!” seru ibu tirinya dengan nada memaksa.
Bawang Putih pun menceritakan semua dengan sejujurnya. Setelah mendengar cerita itu, Mbok Randha segera memerintahkan putri kesayangannya Bawang Merah untuk melakukan hal yang sama.
Singkat cerita, Bawang Merah pun sampai di rumah Nini Buto Ijo. Saat disuruh memasak, ia tidak bisa melakukannya karena jijik menyentuh peralatan memasak si nenek yang semuanya terbuat dari tulang-tulang. Ia hanya bisa membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek yang lain, seperti menyapu dan mengepel. Itu pun dilakukannya dengan asal-asalan sehingga hasilnya pun tidak bersih.
Meski demikian, Nini Buto Ijo tetap akan memberinya hadiah. Bawang Merah pun disuruh memilih salah satu dari dua labu kuning yang ditawarkan oleh nenek. Karena sifatnya yang serakah, ia dengan cepat memilih labu yang besar. Setelah itu, ia segera pulang ke rumahnya dengan penuh harapan bahwa ia dan ibunya akan menjadi kaya raya karena mengira labu yang telah dipilihnya berisi lebih banyak perhiasan. Karena itu, Bawang Merah menjadi lupa diri. Jangankan berpamitan, berterima kasih kepada nenek itu pun tidak ia lakukan.
Setiba di rumah, Bawang Merah bersama ibunya segera membelah labuh itu. Begitu labu itu terbelah, bukannya perhiasan emas permata yang mereka dapatkan, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan kelabang. Hewan-hewan beracun itu lantas menyerang ibu dan anak yang serakah itu hingga tewas. Akhirnya, Bawang Putih berhasil mendapatkan kembali semua perhiasan emas dan permatanya, kemudian menjualnya sedikit demi sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

30 CONTOH PERIBAHASA LENGKAP DENGAN ARTINYA



KUMPULAN PERIBAHASA INDONESIA BESERTA ARTINYA
30 CONTOH PERIBAHASA LENGKAP DENGAN ARTINYA


Sebenarnya Peribahasa Indonesia sudah sering digunakan oleh masyarakat. Keanekaragaman adat-istiadat, budaya, dan bahasa di negara Indonesia berpengaruh pada perbendaharaan kalimat, yaitu Peribahasa Indonesia. Berikut ini saya akan memberikan kumpulan Peribahasa Indonesia beserta arti atau maknanya.

1. Besar pasak daripada tiang. Artinya lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. bisa dibilang orang yang tidak bisa mengatur keuangan.

2. Ada uang abang di sayang, tak ada uang abang ditendang. Artinya hanya mau bersama disaat senang saja tetapi tidak mau tahu disaat sedang susah.

3. Air beriak tanda tak dalam. Artinya orang yang banyak bicara biasanya tidak banyak ilmunya.

4. Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.Artinya setiap orang yang sudah meninggal pasti akan dikenang sesuai dengan perbuatannya di dunia.

5. Bagai pungguk merindukan bulan. Artinya seseorang yang membayangkan atau menghayalkan sesuatu yang tidak mungkin.

6. Bagai Makan Buah Simalakama. Artinya bagai seseorang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit untuk dipilih.

7. Ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang. Artinya hanya mau bersama saat sedang senang saja, tak mau tahu di saat sedang susah.

8. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Artinya kalah ataupun menang sama-sama menderita.

9. Bagaikan abu di atas tanggul.Artinya orang yang sedang berada pada kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.

10. Ada Padang ada belalang, ada air ada pula ikan.Artinya Di mana pun berada pasti akan tersedia rezeki buat kita.

11. Adat pasang turun naik. Artinya kehidupan di dunia ini tak ada yang abadi, semua senantiasa silih berganti.

12. Membagi sama adil, memotong sama panjang. Artinya jika membagi maupun memutuskan sesuatu hendaknya harus adil dan tidak berat sebelah.

13. Air beriak tanda tak dalam. Artinya orang yang banyak bicara biasanya tak banyak ilmunya.

14. Air tenang menghanyutkan. Artinya orang yang kelihatannya pendiam, namun ternyata banyak menyimpan ilmu pengetahuan dalam pikirannya.

15. Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Artinya Sifat-sifat anak biasanya menurun dari sifat orangtuanya.

16. Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi. Artinya Menuntut ilmu hendaknya sepenuh hati dan tidak tanggung-tanggung agar mencapai hasil yang baik.

17. Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga. Artinya Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga.

18. Tong kosong nyaring bunyinya. Artinya Orang sombong dan banyak bicara biasanya tidak berilmu.

19. Tong penuh tidak berguncang, tong setengah yang berguncang. Artinya Orang yang berilmu tidak akan banyak bicara, tetapi orang bodoh biasanya banyak bicara seolah-olah tahu banyak hal.

20. Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi. Artinya Orang tua yang bersikap seperti anak muda, terutama dalam masalah percintaan.

21. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Artinya Karena kesalahan kecil, menghilangkan semua kebaikan yang telah diperbuat.

22. Bagaikan burung di dalam sangkar. Artinya Seseorang yang merasa hidupnya dikekang.

24. Terbuat dari emas sekalipun, sangkar tetap sangkar juga. Artinya Meskipun hidup dalam kemewahan tetapi terkekang, hati tetap merasa tersiksa juga.

25. Sakit sama mengaduh, luka sama mengeluh. Artinya Seiya sekata dalam semua keadaan.

26. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Artinya Segala sesuatu dalam kehidupan bukan manusia yang menentukan.

27. Barangsiapa menggali lubang, ia juga terperosok ke dalamnya. Artinya Bermaksud mencelakakan orang lain, tetapi dirinya juga ikut terkena celaka.

28. Jauh di mata dekat di hati. Artinya Dua orang yang tetap merasa dekat meski tinggal berjauhan.

29. Seberat-berat mata memandang, berat juga bahu memikul. Artinya Seberat apapun penderitaan orang yang melihat, masih lebih menderita orang yang mengalaminya.

30. Badan boleh dimiliki, hati jangan. Artinya Ungkapan bahwa orang tersebut sudah memiliki kekasih, hatinya sudah ada yang memiliki. Secara fisik mau menuruti segala macam perintah yang menindas, namun di dalam hati tetap menentang.


CONTOH PIDATO BAHASA JAWA DENGAN TEMA PERPISAHAN (SMP)



CONTOH PIDATO BAHASA JAWA DENGAN TEMA
PERPISAHAN (SMP)


Assalamu'alaikum wr. wb.

Ingkang kinurmatan Bapak Kepala Sekolah ugi Bapak - Ibu Guru ingkang satuhu luhuring budi lan rencang - rencang kelas 9 ingkang kula tresnani.

Monggo kito sedaya ngaturaken puji syukur dhumateng Gusti ingkang maha Agung ingkang sampun maringaken sedoyo nikmat lan kewarasan dateng kito sedoyo dumugi sakmeniko kito sedaya saged kempal wonten ing adicara perpisahan sak manika.

Kula, wakil saking rencang - rencang kelas 9 ngaturaken maturnuwun ingkang sak ageng-agengipun kagem Bapak / Ibu Guru ingkang sampun mbulawantah kulo lan sak konco-konco dateng pawiyatan menika ingkang dangunipun tigang warsa.

Mboten keraos kolo lan rencang sebrayat sampun ngelampahi ngangsu kawruh wonten ing pawiyatan mriki. Wonten ing adicara menika, kulo kiyambak tuhu rencang - rencang nyuwun agenging pangapunten sangking Bapak / Ibu guru amargi wonten ing tigang warso ngangsu kawruh wonten pawiyatan mriki kulo lan sak rencang mebo menawi gadhah kalepatan ingkang dipun sengojo lan mboten disengojo. Mugi - mugi Bapak / Ibu guru kerso ngapuntenaken sedoyo kelepatan kulo lan rencang - rencang.

Satuhunipun kulo lan sak konco awrat sanget badhe nilaraken pawiyatan menika amargi sedoyo ingkang wonten dateng mriko sampun kados sederek lan kaluargo. Namung amargi kulo lan rencang - rencang kedah nglanjutaken ngangsu kawruh wonten ing pawiyatan ingkang luwih inggil, kulo lan rencang - rencang kedah saget dening ikhlas nilaraken pawiyatan menika.

Kadosipun sampun cekap anggenipun kulo matur. Bilih menawi wonten kalepatan kulo nyuwun agenging pangapunten.

Wasslamu'alaikum wr. wb.